Buku Jendela Dunia |
Oleh : M.E. Sudrajat Kejahatan terbesar bukanlah membakar buku melainkan tidak membaca buku. Apabila kita cermati kutipan tersebut, terkesan ekstrem, kutipan ini merupakan ucapan Joseph Brodkey pemenang Hadiah Nobel untuk Sastra pada 1987. Sikap pro aktip pemerintah (Pemda), dalam aksi ini sangat diharapkan, mengingat Otonomi Daerah merupakan kebijakan pemerintah pusat yang diberikan agar Pemda turut bertanggung jawab dalam pendidikan nasional. Keberhasilan negara-negara maju merupakan akumulasi dari pemerintah lokal (provinsi/pemda), yang sangat peduli dengan pendidikan. Hasil kerja keras pemerintah Jepang ini tidak sia-sia dan terbukti kurang dari 25 tahun Jepang mendapat apresiasi dan prestige sekaligus juga prestisius nomor Wahid dalam perekonomian dunia, bahkan masyarakat internasional menyebutnya binatang ekonomi. Hal ini merupakan keajaiban dari hasil kerja keras bangsa Jepang setelah hancur berantakan (luluh lantak) akibat Perang Dunia II. Selanjutnya Jepang terus meningkatkan penerbitan tidak kurang dari 44.000 judul buku setiap tahunnya. Sementara Inggris 61.000 judul buku, Amerika Serikat 100.000 judul buku setiap tahun. Sedangkan Dari fakta ini banyak hal yang dapat kita petik dimana apabila kita kilas balik ke sejarah tentang Jepang, tahun 1945 mereka hancur lebur karena sikap arogansi militernya berdampak pada hancurnya bangsa Jepang. Sementara Program Pemerintah Pemerintah Menurut Depdiknas, jumlah penduduk buta aksara saat ini mencapai 10,1 juta. Dengan jumlah penduduk 220 juta, persentase penduduk buta aksara tinggal 4,59 persen. Target 2009 tinggal 7,7 juta buta aksara akan tercapai. Akan tetapi tidak jelas adakah jaminan bagi mereka yang dinyatakan melek aksara tidak kembali buta sebab faktor kemiskinan dan sarana pendidikan, seperti diakui Depdiknas (Kompas, 5/9.08). Menjadi kendala utama pemberantasan buta aksara. Mengacu data Human Development Report 2007, angka buta aksara penduduk Indonesia sebesar 12,1 persen artinya 1 dari 8 orang masih buta aksara. Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Fhilipina yang rata-rata 7 persen dan Brunai Darussalam sebesar 6 persen, Indonesia masih di atas 10 persen. Hari Aksara internasional 8 September, kita pakai untuk mengingatkan masih adanya tantangan besar dalam pemenuhan hak dasar hidup, salah satu hak asasi manusia (HAM). Untuk pemberantasan buta aksara (buta hurup), dilakukan lebih sistematis sejak 1970-an lewat program Paket A atau setingkat SD. Dikembangkan program Paket B untuk setingkat SMP dan Paket C untuk setingkat SMA. Paket C ini dipakai sebagai jalan keluar bagi mereka yang tidak lulus ujian nasional dengan nama ujian kesetaraan. Buta aksara memberikan kontribusi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Angka Buta Aksara menyumbang dua pertiga dalam penentuan HDI, sepertiganya lama masa pendidikan lainnya komponen kesehatan dan ekonomi. Peringkat HDI Indonesia ke-3 pada 2004, diharapkan meningkat menjadi ke-91 pada 2009. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan pada 2009 sekitar 95 persen penduduk Indonesia melek aksara, Artinya, setiap tahun ada sekitar 1,5 juta orang terbebas dari kondisi buta aksara. Tantangan Indonesia ke Depan Perkembangan multimedia dan budaya menonton yang tinggi di kalangan masyarakat Masalah yang dihadapi Pengaruh media elektronik saat ini tidak bisa dihindarkan seperti layar gelas (kaca) punya korelasi negatif terhadap waktu membaca. Makin tinggi intensitas menonton TV, makin minim kesempatan untuk membaca. Persoalan ini juga dihadapi negara-negara maju namun mereka tampaknya masih bisa menyempatkan waktu untuk membaca, sebagai gambaran setiap buku Harry Potter edisi baru diterbitkan pembaca harus sabar mengantri di toko-toko buku untuk memilikinya. Kita berharap Pemda Sumut dari tingkat I hingga tingkat II banyak memberikan peluang untuk mengembangkan budaya baca masyarakat, barangkali pendekatan Mobil Perpustakaan ditingkatkan, Pameran Buku dijadikan ajang sebagai Wisata Buku untuk mengimbangi Wisata Kuliner yang sat ini gencar dipromosikan. Atau melakukan terobosan seperti memberikan penghargaan baik keluarga maupun perorangan yang teladan yang banyak melakukan aktivitas membaca. Selain itu meningkatkan kerja sama dengan para penerbit dan mass media baik elektronik maupun cetak, dalam rangka membangun SDM Sumut yang berkualitas dan profesional. Mencermati hal tersebut di atas kita sebagai bangsa Penulis adalah Staf Kosek Hanudnas III Medan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar